Rabu, 18 Desember 2024

Dua Calon Ketua, Selisih Satu Suara

Pemilihan presiden sudah usai, begitu juga Gubernur, Bupati dan Walikota. Saya berpartisipasi dalam pemilu kali ini, datang ke TPS bersama istri. Meski kami datang bersama tapi tampaknya pilihan kami berbeda. Warna kostum istri saya biru muda, warna itu selalu dikenakan dan identik dengan Capres yang bukan pilihan saya. Begitulah kami merayakan demokrasi, berbeda tapi bersama.

Terkait tentang pilih memilih, ada sedikit cerita tentang sebuah kontestasi pemilihan. Waktu itu, ada suksesi ketua umum UKM Seni UMI, calonnya ada dua, Andhy Jabulany mendapatkan Nomor urut 1, Dhany Rupawan memastikan nomor urut 2. Menurutku, Pertarungan ini sangat sengit jika dibanding persaingan Prabowo-Jokowi. Mengapa sengit? Karena selisih suara akhir sangat tipis, selisih 1 suara.

Sebelumnya, saya sebenarnya ragu dengan jagoan saya di suksesi ini bisa menang, saya melihat konstituen yang hadir didominasi kaum hawa. Jagoan saya sesungguhnya tak jelek-jelek amat di mata laki-laki, tapi lawannya lebih cakep di mata perempuan, bisa disimpulkan visi misi yang dipaparkan hanya formalitas, ujung-ujungnya kembali pada kharisma dan lingkar pertemanan.

Tibalah saatnya penghitungan suara, sorak sorai konstituen menyeruak di rumah adat Pinrang, Benteng Sombaopu. Saya duduk di belakang bersama beberapa teman sekoalisi, wajah saya sedikit tegang namun tetap tenang. Saya menengok jagoan kami di depan juga tampak gusar, keningnya mengerut jika nama lawannya disebutkan oleh PPS ketika membaca kertas suara sah.

Saya mendengar ada suara dari depan, katanya kertas suara sah yang belum dibuka tersisa satu. Wah, refleks mata saya melihat papan klasemen perolehan suara dan kedudukannya remis, artinya satu suara yang tersisa tadi adalah suara penentu. Suasana ruangan tegang bukan kepalang, seperti menyaksikan pertandingan final el classico di menit injury time.

Sayapun agak maju mendekat, memperhatikan kertas suara penentu itu sebelum dibuka. Setelah melihat secara saksama sepertinya saya menemukan kabar gembira, sayapun kembali ke belakang menuju tempat semula, niat saya ingin mengabarkan kabar gembira itu kepada teman sekoalisi tadi. Kebetulan saya duduk di samping Suhud Majid, saya membisikinya dengan sedikit senyum, “menangmi dhany”. Dia heran, lalu membalas “darimana ko tau?”

Saya bisiki dia lagi “itu kertas suara tersisa, kertas suaraku”

 

 

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

'1998'

Foto ini digambar oleh anak saya yang berusia enam setengah. cerita  sebelum gambar ini jadi, ia tampak bosan menunggu di lobi sebuah bank l...

Followers