Pemilihan presiden sudah usai, begitu juga Gubernur, Bupati dan Walikota. Saya berpartisipasi dalam pemilu kali ini, datang ke TPS bersama istri. Meski kami datang bersama tapi tampaknya pilihan kami berbeda. Warna kostum istri saya biru muda, warna itu selalu dikenakan dan identik dengan Capres yang bukan pilihan saya. Begitulah kami merayakan demokrasi, berbeda tapi bersama.
Terkait tentang pilih memilih, ada sedikit cerita tentang sebuah
kontestasi pemilihan. Waktu itu, ada suksesi ketua umum UKM Seni UMI, calonnya
ada dua, Andhy Jabulany mendapatkan Nomor urut 1, Dhany Rupawan memastikan nomor
urut 2. Menurutku, Pertarungan ini
sangat sengit jika dibanding persaingan Prabowo-Jokowi. Mengapa sengit? Karena selisih
suara akhir sangat tipis, selisih 1 suara.
Sebelumnya, saya sebenarnya ragu dengan jagoan saya di
suksesi ini bisa menang, saya melihat konstituen yang hadir didominasi kaum hawa.
Jagoan saya sesungguhnya tak jelek-jelek amat di mata laki-laki, tapi lawannya
lebih cakep di mata perempuan, bisa disimpulkan visi misi yang dipaparkan hanya
formalitas, ujung-ujungnya kembali pada kharisma dan lingkar pertemanan.
Tibalah saatnya penghitungan suara, sorak sorai konstituen menyeruak
di rumah adat Pinrang, Benteng Sombaopu. Saya duduk di belakang bersama
beberapa teman sekoalisi, wajah saya sedikit tegang namun tetap tenang. Saya menengok
jagoan kami di depan juga tampak gusar, keningnya mengerut jika nama lawannya
disebutkan oleh PPS ketika membaca kertas suara sah.
Saya mendengar ada suara dari depan, katanya kertas suara sah
yang belum dibuka tersisa satu. Wah, refleks mata saya melihat papan klasemen
perolehan suara dan kedudukannya remis, artinya satu suara yang tersisa tadi
adalah suara penentu. Suasana ruangan tegang bukan kepalang, seperti menyaksikan
pertandingan final el classico di menit injury time.
Sayapun agak maju mendekat, memperhatikan kertas suara penentu
itu sebelum dibuka. Setelah melihat secara saksama sepertinya saya menemukan
kabar gembira, sayapun kembali ke belakang menuju tempat semula, niat saya ingin
mengabarkan kabar gembira itu kepada teman sekoalisi tadi. Kebetulan saya duduk
di samping Suhud Majid, saya membisikinya dengan sedikit senyum, “menangmi dhany”.
Dia heran, lalu membalas “darimana ko tau?”
Saya bisiki dia lagi “itu kertas suara tersisa, kertas
suaraku”
0 komentar:
Posting Komentar