Sabtu, 01 Mei 2010

Sajak-Sajak Hujan

Kesaksian Hujan #1

belum juga ku ketahui harus menulismu dengan sebanyaka apa
polos yang kau kenakan di tiap sela kata-katamu masih membuat kesan
di seluruh kertasku...

namamu terlanjur berteduh di atas ini,
tepat sebelum petang melukis wajah hujan
di kotak-kotak kampus tua
tepat ketika hujan bertandang
pada pertemuannya dengan bumi yang ke-delapan
dan ku ajak waktu sejenak duduk mencicipi
aroma yang kau bawa dari bangku kuliah..

entah...
usai puisi ini terbangun,
kau belum pasti masih menderingkan ponsel merah hitam milikku
dan ku sahut ia dengan malu-malu...

kau sudah menjelma ibarat bagiku

( ketika ku raut wajahmu dengan tajam kata-kata )

Kesaksian Hujan #2

rindu hujan beradu,
hujan rindu bertalu,
terlalu deras mengepung kita...

rinainya menggaung kekal di tengah januari
pun mengawali tanda
untuk sejenak menyiapkan hadiah
untuk musim kita...

rindu dan hujan
terlalu keras mengetuk kita...

sekuat gunung yang berteriak
di tepi sepi..
seperti pestapora para peria
mencekik bunyi sunyi

lalu...
ku balut sepasang kupingmu
dengan pesan yang sempat di titipkan oleh
perasaan...


( kado jingga pada dialog musim hujan )

Kesaksian Hujan #3

Yang selalu menjadi saksi di persidangan kita,
Yang terlalu sukar pembicaraannya di takar.

kau harus kembali lagi menuduh musim ini yang membuat kemarau di nganga hatiku
pasca kau mengepungku di perjumpaan petang,
langit melemparkan halilintar tepat mendarat di sarang aksaraku
seketika, nada dan rasa berserakan di manamana
ada yang memeluk gunung,
mengusap ubun-ubun rembulan,
bercumbu dengan hembusan udara,

kali ini tak ada lagi menu rindu yang tersaji,
tak ada lagi pesan yang lupa di isyaratkan,
usahlah pamit dari kursi peraduanmu itu
sungguh… musim ini masih mengungkapkan kepura-puraan.

( waktu tak hanya bisa terus berlari, dia juga bisa jatuh sebelum melanjutkan perjalanannya )

Menghujat Hujan

ku undang ricik di senja ini buat menyulam nada yang sempat terputus, pelangiku girang menklukan garang terik berwajah siang dan laju menuangkan tembang ke nganga kembang bernama mawar, rasanya basah.
hanya beberapa yang kutulis, banyak tentang rintik rintih hujan, pelan barisku nyaris berjumlah genap tinggal mencari dimana rindu bersembunyi yang lainnya tersisa carita kering di lembar helai berair.

mengalir dimana rindu itu.

.mereka setengah deras tapi membekas di tubuh bumi.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

'1998'

Foto ini digambar oleh anak saya yang berusia enam setengah. cerita  sebelum gambar ini jadi, ia tampak bosan menunggu di lobi sebuah bank l...

Followers