Wajah dan usia kita mampu bersembunyi di balik definisi ‘anak muda’, wabil khusus di kata ‘muda’. Ada kalanya di sebuah perbincangan, kita mendengar ucapan dari seseorang ‘biar umur sudah tua tapi jiwa harus tetap muda’.
Ledakan demografis menguntungkan anak muda memengaruhi iklim
demokrasi. Dominasi mereka dilihat sebagai peluang sekaligus mata uang oleh
partai politik. Para politikus memakai terminologi ‘Milenial’ atau ‘Gen Z’,
sekaligus meminjam bahasa dan gaya mereka di suatu kampanye partai politik. Meski
kadang rasa-rasanya agak menggelikan. Memang ada tujuan dibalik pemakaian
bahasa dan gaya itu, dengan kata lain adalah sebuah jurus, upaya-upaya untuk
menggaet ceruk suara anak muda yang
secara statistik sangat dominan jumlahnya di data daftar pemilih tetap. Sampai di sini
terlihat jelas anak muda dijadikan sebagai objek politik.
Anak muda, hanyalah anak-anak yang tidak tahu apa-apa, belum
ada pengalaman melahap asam garam dunia politik. Asumsi remeh seperti itu tak
jarang muncul di permukaan, kacamata yang tua tahu lebih banyak daripada yang
muda selayak di masa feodal sudah tidak terpakai lagi. di konteks sekarang, Anak muda melek akan teknologi, kesehariannya
diisi oleh pembacaan-pembacaan informasi yang tak berbatas, keterlibatan dalam
pengelolaan media, modal-modal inilah yang menjegal asumsi-asumsi usang tadi.
Media dan Anak Muda
Di tahun 80-90 an, Deker tak lebih dari sekadar penghubung
dua bagian jalan yang terpisah oleh saluran air di sisi jalan, juga sebagai media
bertemunya anak muda dalam mengekspansi pemikiran dan mengaktualisasikan diri lantas diwacanakan
dalam dialog yang panjang, sesekali dinyanyikan bersama-sama dengan iringan gitar
di sebuah malam. Anak-anak muda di masa ini boleh dikata minim informasi, keterbatasan itu malah dijadikan senjata dan
berhasil mengubah peta politik di negara ini. Deker, satu dari beberapa media yang
mengabarkan peristiwa Reformasi 98.
Kopisop bisa jadi adalah tempat selanjutnya, kenyamanan
isinya tak harus diikuti dengan melembutkan pikiran kita. Saya melihat kopisop bukan
hanya tempat bertemu, makan-minum, dan ruang gosip belaka. dari sini juga anak
muda membuka gadget mereka, menjelajahi lorong-lorong informasi, menyebarkan
buah-buah pikiran lewat tagar-tagar politisnya ke beberapa media sosial yang
dia miliki. Kepemilikan akses yang luas berperan vital dalam membentuk opini
dan persepsi publik, mengorganisir gerakan sosial dan partisipasi bebas aktif dalam
peristiwa politik.
Ruang dan waktu berbeda, tujuan anak muda kini dan dulu mesti
tak berubah.
kebutuhan anak muda kepada politik itu harus, paling tidak sebagai
bahan yang bisa dijadikan perbincangan di meja warung kopi atau story-story
media sosial, kendatipun ada juga yang merasa acuh di antara mereka, sementara
peristiwa politik itu adalah hal yang setiap hari kita hadapi, suka tidak suka
karena keputusan politik akan berdampak pada kehidupan kita di akan datang.
0 komentar:
Posting Komentar