Gerak gerik manusia pada sebuah wilayah yang dinamakan kota, tak lepas dari moda transportasi yang membawa mereka ke sana ke mari. Transportasi sendiri berasal dari bahasa latin transportare, trans artinya sebelah atau seberang dan portare artinya mengangkut atau membawa. 'membawa ke seberang', yang dibawa bukan hanya orang tapi juga bisa berupa barang, tampaknya ada peralihan gerak ke arah yang serba mudah dan praktis.
kata tak terlepas dari kota, sebab bahasa adalah produk budaya. kehadiran bahasa sebagai presentasi suatu kelompok manusia melalui sistem komunikasi yang unik. lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan pesan, bahasa mencerminkan identitas, nilai-nilai, dan sejarah suatu komunitas.
Gerobak sapi memainkan peran penting dalam perpindahan barang, dalam hal ini hasil panen petani. jika pengendali stir pesawat terbang disebut pilot, pengendali gerobak sapi ini disebut Bajingan, 'bajingan' yang makin kesini dimaknai sebagai makian, setelah ditelusur kata bajingan berangkat dari kisah 'mbah jingan', seorang pencetus gerobak sapi di daerah Jawa. makna kata 'bajingan' bergeser negatif, dalam linguistik dinamakan Peyorasi. memang ada hal yang membuat makna sebuah kata itu bergeser, tentu ada penjelasannya, sifat bahasa juga kan dinamis.
Becak, moda transportasi digandrungi masyarakat di circa 1980-2000an. Makassar menjadi kota yang membawa tren becak, seorang wartawan asal jepang dalam catatannya berjudul 'Pen to Kamera' terbitan 1937 dikatakan Becak ditemukan orang Jepang yang tinggal di Makassar bernama Seiko-San, dirinya adalah Pemilik toko sepeda, karena banyak sepeda yang sudah tidak bisa digunakan maka sepeda itu dimodifikasi menjadi kendaraan beroda tiga yang dinamakan Becak. di Makassar, Pengayuh becak dipanggil 'daeng', panggilan ini sangat lazim dalam praktik sosial masyarakat di sana, penjual ikan, sopir angkot, penjual sayur juga dipanggil 'daeng'.
Selain becak, moda transportasi umum yang lain adalah mobil angkot (angkutan kota). orang di Makassar (Sulawesi umumnya) angkot disebut dengan pete-pete sedangkan di daerah lain menyebutnya dengan oplet atau mikrolet. Dulu, "kiri depan, daeng" adalah ungkapan lugas penumpang angkot (pete-pete), sebagai isyarat kepada supir untuk menepi dan menghentikan angkotnya. di tiap daerah memakai ungkapan yang berbeda-beda, di Sulawesi Tenggara sendiri, memakai kata 'Minggir, Pak'.
Dinamika kota selaras dengan kata yang dipakai masyarakatnya. bajingan dan gerobak sapi tergantikan dengan sopir dan truk sebagai pembawa barang hasil panen, ojek dan taksi online adalah subsitusi becak dan pete-pete, setelah memesan mereka lewat gawai, tidak ada lagi ungkapan 'kiri depan, Daeng' lantas digantikan dengan pesan tertulis "sesuai titik ya, Pak"
Referensi
Buku "Mengulas yang terbatas, menafsir yang silam" Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Sejarah Sosial Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Angkatan 2015
0 komentar:
Posting Komentar